Kue Balok Ating Banjaran Bandung: Cita Rasa Legendaris yang Masih Bertahan
Mentari belum menampakkan sinarnya, udara masih membekukan tulang, namun denyut transaksi di Pasar Sehat Banjaran sudah terasa sejak subuh. Di antara keramaian itu, aroma khas kue balok yang dipanggang dengan arang menggoda para pengunjung pasar. Asap hitam yang mengepul dari tungku tradisional menjadi penanda hadirnya kuliner legendaris: Kue Balok Ating.
Dari balik gerobak sederhana, Dinar Kamal (45) tampak cekatan meracik adonan kue balok. Adonan itu kemudian dituangkan ke dalam cetakan besi yang diletakkan di atas bara api yang menyala sejak dini hari.
“Yang jualan itu pertama kakek saya, dari tahun 1969. Saya dari kecil sudah ikut jualan, lalu setelah lulus SMA mulai nerusin. Jadi saya generasi ketiga,” ujar Dinar, Kamis (13/11/2025).
Tak Pernah Pindah Lapak Sejak 1969
Selama lebih dari lima dekade, lapak kue balok tersebut tetap berada di lokasi yang sama, tepat di depan Pasar Banjaran. Dahulu, gerobak belum beroda dan fasilitas penunjang masih sangat sederhana.
“Dari dulu lokasinya di sini, nggak pernah pindah. Saya jualan dari subuh, nanti siangnya digantian sama suami sampai malam,” katanya.
Nama Kue Balok Ating pun diberikan langsung oleh sang kakek. Pada awalnya, kue balok hanya tersedia dalam rasa original tanpa tambahan topping.
Bertransformasi Tanpa Mengubah Cita Rasa
Waktu berjalan, selera konsumen berubah. Dinar pun menambah varian rasa untuk menarik minat pembeli tanpa mengubah racikan dasar warisan keluarganya.
“Sekarang ada rasa enten (gula merah dan kelapa), mentega, ceres cokelat, sama original,” ungkapnya.
Meski sudah menawarkan berbagai varian, harga satu kue balok tetap terjangkau, yakni Rp1.500 untuk semua rasa. Dalam sehari, Dinar bisa menghabiskan hingga 15 kilogram adonan.
Namun, ia mengakui tantangan semakin besar. Penjualan menurun karena semakin banyaknya penjaja kue balok serta menurunnya minat sebagian masyarakat.
“Sekarang agak sulit juga, banyak yang jarang beli dan banyak saingan. Tapi kalau di sini rame-nya hari Minggu dan malam minggu,” tuturnya.
Panggang Arang, Ciri Khas yang Masih Dipertahankan
Meski zaman berubah, proses memasak kue balok di lapak ini tetap setia dengan metode tradisional menggunakan arang. Bagi Dinar, itu adalah warisan yang tak boleh hilang.
“Dulu zaman kakek masaknya pakai arang. Sampai sekarang juga pakai arang, itu ciri khas dari zaman kakek, dan masih dipertahankan,” kata Dinar.
Kebertahanan Kue Balok Ating selama lebih dari setengah abad menjadi bukti bahwa cita rasa tradisional tak pernah kehilangan tempat di hati masyarakat — selama tradisi, kualitas, dan kehangatannya senantiasa dijaga.
Dikutip dari detik.com
