Luhut Klarifikasi dan Bantah Tuduhan Kepemilikan Saham Toba Pulp Lestari
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki keterlibatan maupun kepemilikan saham di PT Toba Pulp Lestari (TPL). Klarifikasi ini disampaikan setelah beredar informasi simpang siur di media sosial yang mengaitkan dirinya dengan perusahaan tersebut.
Juru Bicara Luhut, Jodi Mahardi, menyampaikan bantahan resmi tersebut dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/12).
“Informasi yang beredar di ruang publik terkait keterlibatan Pak Luhut dengan Toba Pulp Lestari adalah tidak benar,” ujar Jodi. Ia menekankan bahwa Luhut tidak memiliki, tidak terafiliasi, dan tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan TPL.
Menurut Jodi, berbagai klaim yang menyebut Luhut memiliki hubungan bisnis dengan TPL merupakan informasi yang keliru, tidak berdasar, dan berpotensi menyesatkan publik.
Komitmen Transparansi dan Etika Pejabat Negara
Jodi menambahkan, sebagai pejabat negara, Luhut selalu mengikuti ketentuan perundang-undangan yang mengatur soal transparansi, etika pemerintahan, serta pencegahan konflik kepentingan.
Luhut juga terbuka terhadap proses verifikasi fakta dan mendorong masyarakat untuk merujuk pada sumber informasi yang kredibel.
“Seluruh pihak diimbau lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi agar tidak memicu kesalahpahaman maupun disinformasi,” kata Jodi.
Ia juga membuka ruang klarifikasi bagi media dan publik untuk memastikan akurasi informasi. “Silakan melakukan konfirmasi langsung apabila diperlukan,” ujarnya.
Luhut Jelaskan Ulang Sejarah Bandara IMIP di Morowali
Selain membantah isu terkait TPL, Luhut juga memberikan penjelasan mengenai sejarah pembangunan bandar udara yang berada di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
Menurut Luhut, pembangunan kawasan industri Morowali dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Dari sinilah muncul pemikiran untuk menghentikan ekspor bahan mentah dan memperkuat industri hilir nasional.
Mendatangkan investor asing, kata Luhut, bukan hal sederhana. Setelah mengkaji kesiapan berbagai negara dari sisi teknologi, pasar, dan investasi, saat itu Tiongkok menjadi satu-satunya mitra yang siap dan mampu memenuhi kebutuhan pembangunan industri di Morowali.
“Tantangan pasti ada, tetapi setiap keputusan diambil melalui proses yang terpadu, transparan, dan berpijak pada kepentingan nasional,” tegasnya.
Dalam setiap kerja sama strategis, Indonesia selalu menetapkan syarat penting seperti penggunaan teknologi terbaik, pemanfaatan tenaga kerja lokal, pembangunan industri terintegrasi dari hulu ke hilir, serta transfer teknologi dan peningkatan kapasitas SDM.
Sumber Merdeka.com
